Sunday, January 26, 2025

Omong-omong Sepiring Nostalgia

Omong-omong Sepiring Nostalgia

Kule sebenere rada ora rela, ya, lamun kudu ngebagi sios hal niki. Hm, tapi seuwise mikir cukup suwe, kayane ora klimen-klimen je. Wong jegehe, kebahagiaan bakal luwih berase lamun dibagi, kan?

Gampil ae, sih, sebenere. Tapi istimewa jasa. Ya. Kule ngomongin resep masakan. Kule ore weruh kudu ngenean aran napa genah masakan niki, tapi sing jelas — sios makanane niki berkesan jasa sepanjang taun kule kenal. Yes, pacar kule. Iki kule sebut orangne, Farid. Ehehehe.

Belajar masak niku, menurut kule, kaye belajar kaprigelan baru — iso diasah lan dilatih. Seuwise nyobe lan gagal, akhire kule iso masak dhewekan! Rasane? Cuampur aduk. Ane bangga, ane seneng, soale biasane kule mung bantu motong-motong utawa mung dadi “mandor dapur” sing nonton uwong masak ae. AHAHA.

Ngomong-ngomong, lamun sire pernah maca tulisanku sadurunge, A Taste of Bliss: Gratitude in Every Bite,” waktu awal-awal kute deket, hal sing paling berkesan yaiku makanane. Dheweke nduwe “tangan ajaib” sing iso gawe apa bae dadi istimewa. Kadhang, sing gampang masak endhog dadar, ana bae inovasine — lan jujur, kejaba masakan Mama, kanggo kule, masakan sing paling enak neng donya niku masakan dheweke.

Kule kelingan pas dheweke nggawa kule makan niki, salah siose pas kule arep ning kampus njukut toga wisuda. Kule lan dheweke makan neng Joglo Ika, bareng angin sepoi-sepoi. Porsi kule sing biasane seupil, waktu niku kerasa luwih akeh ketimbang porsi nasi padang. Lan sing ngagetaken mah, kule iso ngabisne kabeh! Hahaha. 

Saiki, sawise dheweke ngasih resep iki sawetawis minggu kepungkur, kule akhire bisa nggawe masakan iki dhewek. Waktu kule masak maning, rasane kaya mesin waktu, balekke memori awal kule sareng pacar kule. Penuh cinta, nostalgia, lan… laper, hahaha.

Embuh, ya, sosoke mesthi duwe cara supaye kule bisa jatuh cinta saben dina. Waktu dheweke ngenan resep iki, dia tulis sios-isos lewat pesen sing dawa kaya thread ning X. Padahal ana alternatif liyane, kaye ngirim voice note atawa langsung bae sih telepon.

Biar gak usah ngetik,” ujare. How lucky I’m to have him.

Oke deh, kule bakal ngenean weruh resep legendaris niki supaya sire uga iso nyoba ngedamel ning umah masing-masing!

Bahan-bahan:

  • Ciasim/sawi ijo

  • Saus tiram (3 sendok makan)

  • Kecap asin (2 sendok makan)

  • Gula (1 sendok teh)

  • Garam (1 sendok teh)

  • Air (1 cangkir)

  • Bawang putih (2 siung)

  • Micin (secukupnya)

  • Minyak (2 sendok makan)

  • Tepung maizena (1:1 karo air)

Cara Ngegawene:

  1. Rebus sawi/ciasim — rebus nganggo air sing uwis dinean soda kue semit, rebus bae sampe mendidih, terus tiriskan.

  2. Gawe topping bawang putih — panasin minyak, cincang bawang putih, goreng nganti warnane kuning keemasan. Angkat lan tiriskan.

  3. Masak saose — Gunakaken minyak bekas goreng bawang putih mau kaen. Tambahaken banyu, saus tiram, kecap asin, gule, garem, lan micin. Aduk rata sampe mendidih. Koreksi bae rasane, tambahke larutan maizena sethithik-sethithik sambil diaduk sampai mengental. Pateni kompor.

  4. Tata sawi ning piring, banjur karo saos, taburaken bawang putih goreng. Wis dadi deh!

Gampil, kan? Tapi percoye, rasane ore cuma ngenyangaken, tapi juga anget ning ati. Jiakh. Nek sire cobe, crita ning kule, ye, Dulur-Dulur Sedanten! ❤️ 

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Kosa Kata:

  • Kule : Saya
  • Sire : Kamu
  • Jasa : Banget
  • Ore : Enggak
  • Rada : Agak
  • Sios : Satu
  • Jegehe : Katanya
  • Sing : Yang
  • Maca : Membaca
  • Niki : Ini
  • Saiki/Seniki : Sekarang
  • Saben dina : Setiap hari
  • Semit : Sedikit
  • Lamun : Kalau
  • Sawetawis minggu kepungkur : Beberapa minggu yang lalu

Hai, untuk versi bahasa Indonesia bisa kamu baca di Mediumku, ya: "Monolog Sepiring Nostalgia".

Mohon maaf apabila ada alih bahasa yang kurang tepat, aku masih belajar bahasa daerah. Yuk, berbagi kosa-kata bahasa daerah yang kamu ketahui di kolom komentar.

Selamat membaca. Semoga bermanfaat.

Friday, August 25, 2023

Susyi

Pagi tadi, aku iseng menggunakan salah satu fitur Poll (Polling) yang ada di cerita Instagram (Instagram story). Poll (polling) juga memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, lo.

Polling = Jajak pendapat.

Oke, kembali ke topik.

Awalnya, aku kepikiran untuk bahas seputar konten kebahasaan setelah menggulir foto-foto lama yang ada di galeri ponselku. Ya, betul. Aku tertarik untuk membahas seputar penulisan kata yang benar sesuai kaidah bahasa Indonesia pada nama makanan di bawah ini.

O, ya. Nostalgia sedikit. Makanan ini pemberian dari Dosen Pendamping Tim PKM-RSH Giat Bergerak, Ibu Rr. Deni Widjayatri, M.Pd., yang super baik hati. Momen ini terjadi saat aku, Teh Azka, Teh Firda, Teh Ismi, dan Ilda masih dalam rangkaian kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2021. Kami hanya makan berempat di kos-kosan (kebetulan Ilda saat itu sedang pulang ke rumah).


Oke, lanjut lagi ke topik.

Kira-kira, manakah penulisan kata yang benar? Sushi, Susyi, Susi, Susii, atau Sirli? Hahahaha. Atau mungkin kalian punya opsi lain?


Yuk, kita bahas!

Berikut ini adalah hasil akumulasi jajak pendapat yang diperoleh dari teman-temanku di Instagram.


Hasil akumulasi jajak pendapat di cerita Instagram Sirli ʚ ɞ : https://instagram.com/sirlifitriani

Berdasarkan gambar di atas, teman-teman yang memilih jawaban "Sushi" ada sebanyak 79%. "Susyi" 9%, "Susi" 9%, dan "Susii" 3%. Tidak ada yang memilih Sirli karena aku bukan pilihan, ya, Teman-Teman. AHAHAHA.😆

Sebelum aku sampaikan jawabannya, coba kita perhatikan penjelasan berikut ini, ya.

Pelafalan ش (syin) bahasa Arab dan し (shi) hiragana atau シ (shi) katakana di bahasa Jepang itu hampir sama.

Dalam bahasa Inggris, keduanya ditransliterasi menjadi "sh", contohnya "sushi" すし (dalam hiragana), スシ (dalam katakana), dan 寿司 (dalam kanji).

Dalam bahasa Indonesia, ش dan し dilambangkan dengan "sy", contohnya pada kata "susyi".

Mengapa hal itu terjadi?

Alasannya karena kita (Bahasa Indonesia) punya gabungan konsonan /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/. Tidak ada gabungan konsonan /sh/. Contoh lain misalnya pada kata “Insyaallah”, bukan “In sha Allah”.


📌 Konteksnya, ini penulisan sesuai kaidah bahasa Indonesia, ya.

Nah, sampai di sini. Sudah terjawab, ya. Jadi, penulisan kata yang benar dalam bahasa Indonesia pada makanan tersebut adalah Susyi.

Susyi (n) didefinisikan sebagai makanan khas Jepang dengan dua bahan utama, yaitu nasi yang dicampur cuka dan makanan laut seperti udang, kepiting, dan ikan. — KBBI Daring dan KBBI Edisi V

Omong-omong, kapan kalian terakhir makan Susyi? Selanjutnya, kita bahas apa lagi, ya? Ada saran?🤔


Referensi:

  1. Ivan Lanin. (2021, 14 Mei). #KBBIApril2021. Diakses pada 26 Agustus 2023 dari Twitter: https://twitter.com/ivanlanin/status/1393079937809076226?t=iQRt8cqZwlgeBtaMK9ZBJA&s=19.
  2. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2023). Susyi. KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Susyi.
  3. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Susyi. KBBI Edisi V.

Sunday, August 20, 2023

Friday, August 18, 2023

Reviu Buku: TRAVELERS’ TALE—  "Belok Kanan, Barcelona!"

Kadang, kalau habis baca buku atau tonton film, gak jarang pengin banget bisa jadi sosok pemeran/tokoh yang ada di buku/film tersebut. Kalian pernah merasakan hal yang sama?

Prelude

Baru-baru ini, aku menyelesaikan sebuah novel berjudul “TRAVELERS’ TALE— Belok Kanan, Barcelona!”


FYI, novel ini pemberian dari Ica, sepupuku. Hadiah ulang tahun(nya). Dia beli beberapa buku untuknya dan katanya (novel ini) buatku. Terima kasih, Cuy.🫶🏻

Novel ini terbitan dari GagasMedia, memiliki x + 230 halaman, berukuran 13 × 19 cm dengan cetakan pertamanya pada 2007, dan novel yang aku baca ini sepertinya cetakan ketujuh yang diterbitkan pada 2018.

Kabarnya, novel ini juga dangkat menjadi sebuah film yang sudah tayang pada tahun 2018 selaras dengan judulnya, “Belok Kanan, Barcelona!” yang bisa ditonton di Netflix, Amazon Prime Video, atau Video, loh!

“Don’t judge a book (just) by the cover” itu benar, ya.

Disclaimer dulu kali, ya.

Teruntuk penulis buku ini (Kak Aditya Mulya, Kak Alaya Setya, Kak Iman Hidajat, dan Kak Ninit Yunita), aku minta maaf banget sebelumnya.

Awalnya, aku sempat understimate, “Ini novel apaan, ya. Kayaknya gak seru deh, pasti tentang jalan-jalan atau backpacker-an doang (karena aku baru lihat halaman sampul depannya aja hehe)."

Ternyata, aku salah besar. Novel ini apik banget. Dibaca saat momen santai, di perjalanan, saat duduk di halaman rumah sembari menikmati secangkir kopi saat fajar terbit atau senja menyapa di sore hari, dan kebetulan aku bacanya saat sebelum tidur. Ternyata se-asyik itu.

Novel ini bercerita tentang perjalanan empat orang (2 laki-laki dan 2 perempuan) yang bersahabat sedari kecil. Aku salut banget sama penulis-penulis buku ini. Mereka piawai sekali dalam mengolaborasikan cerita perjalanannya (dari negara yang berbeda) menjadi satu kesatuan yang padu. It’s such an amazing idea. Bayangkan:

  • Retno di Copenhagen-Denmark
  • Farah di Vietnam,
  • Ucup di Cape Town-Afrika Selatan, dan
  • Francis di Barcelona.

Spoiler dikit, tapi gak dikit banget.

Ada empat tokoh utama yang diceritakan, yakni: Jusuf Hasanuddin (Ucup), Farah Babedan (Farah), Francis Lim (Francis), dan Retno Wulandari (Retno).

Francis, seorang pianis yang mahir dan cerdas. Ucup, sosok yang suka ngebanyol dan memang selalu bisa kasih suasana kocak saat muncul di tiap percakapan. Farah, si cantik yang berparas ke-Arab-Araban dan mata indahnya berwarna biru. Lalu, ada Retno — sosok yang ayu, lengkap dengan lesung pipitnya yang manis dibalut senyumnya yang menawan hati.

Lucunya, kisah mereka cukup complicated karena bukan lagi tentang cinta segitiga, tapi cinta segiempat. AHAHAHA. Iya, buku ini bahas seputar perjalanan, persahabatan, dan cinta.

Singkatnya, Ucup suka Farah, tapi Farah suka Francis. Sayangnya, Francis suka sama Retno, tapi Retno(?)

Enggak, enggak. Retno gak suka sama Ucup, awalnya. Francis yang cintanya ditolak dua kali oleh Retno karena berbeda prinsip dan keyakinan menjadi sebuah alasan yang tak terbantahkan meskipun keduanya punya perasaan yang sama sebetulnya. Ya, mereka terhalang tembok yang amat sangat tinggi dan akhirnya Francis mencoba move on dengan (berencana) menikahi gadis cantik bernama Inez asal Barcelona yang ia kenal sejak Music Concervatory.

Diksi-diksi yang digunakan dalam novel ini easy going, ala-ala anak Jaksel yang campur kode, menurutku gak jadi masalah sih. Aku dapat banyak kosakata baru yang jarang aku dengar sebelumnya.

Bagian paling asyik saat membaca sebuah buku adalah stabiloin/highlight kalimat yang (menurutku) penting, warna-warni. Biar gak lupa. Hehe.

Okay, back to topic.

Kadang aku pengin jadi Farah, tapi kadang aku juga pengin banget jadi Retno. Sisi-sisi kesempurnaan (baca: kelebihan) mereka yang diceritakan oleh masing-masing penulis ini seakan membuatku tertarik seolah "Aku pengin banget jadi si ini (baca: Retno/Farah)."

Padahal, setiap tokoh yang diceritakan itu punya sisi terang dan gelapnya masing-masing. Punya kekurangan dan kelebihan. Punya momen sedih dan senangnya masing-masing. Ya namanya manusia, gak ada yang sempurna.

Sama halnya kayak cerita di novel ini. Awalnya, kupikir Ucup adalah tokoh yang paling menyedihkan (yes, sad-boy) karena secara narasi cerita yang dibawa seolah-olah menyoroti Francis sebagai tokoh yang paling utama dan paling dicintai oleh banyak wanita, jiakh.

Gimana enggak? Di halaman awal aja, isi pos-el yang dikirim udah tiba-tiba bahas seputar undangan pernikahan dari Francis dan Inez kepada tiga sahabatnya (Ucup, Farah, dan Retno) yang akhirnya membuat mereka bertiga datang jauh-jauh ke Barcelona dengan tujuan yang berbeda-beda. Meskipun tujuan utamanya menghadiri pernikahan Francis dan Inez, mulanya.

Tip-tip seputar traveling

Di dalam novel ini juga juga banyak tip-tip bermanfaat seputar hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan sebelum melakukan traveling ke beberapa negara di antaranya ialah sbb.

  1. Travel planning (plan, booking, dan finance);
  2. perangkat business travel (roll on cabin bag, ransel, dan shower kit);
  3. airport transit;
  4. wawasan seputar jetlag dan trik untuk mengatasinya;
  5. tip seputar transportasi dan akomodasi bagi backpacker;
  6. emergency landing and what things to do (meskipun ini gak ada sih wkwwk);
  7. tip-tip backpack (tas, isi, motif dan travel, dana, serta waktu untuk backpaking);
  8. food and medicals tips;
  9. security tips (paspor, uang, dan kartu kredit); dan
  10. networking sesama backpacker.

Ibn Battuta pernah bilang, “Traveling, it leaves you speechless, then turns you into storyteller.”

Masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang aku dapat setelah baca buku ini terutama pada motif/tujuan seseorang melakukan traveling. Setelah baca buku ini pun, aku jadi teringat semasa kecil pernah menuliskan lis-lis impian untuk mengelilingi dunia. Terdengar imposibru, ya? WKWK. Gapapa, katanya kan kita harus gantungkan mimpi setinggi langit supaya kalaupun jatuh di antara bintang-bintang. Ya, kalo aku belum berkesempatan berkeliling dunia, minimal aku bisa keliling Indonesia. Amin, Ya Allah.

Satu kalimat yang aku ingat betul,

"The best school in life is travel" — Anita Raddick

Lalu disambung lagi dengan kalimat . . .

"dan cara terbaik untuk travel adalah dengan dilperlengkapi intelegensi dan pandangan ensiklopedis ” — (hlm. vi)

Selain itu, ada hal menarik yang menjadi pembeda antara seorang turis dan traveler adalah:

"Turis lebih diidentikkan dengan orang yang berkunjung ke suatu tempat dan berbelanja. Sementara, traveler lebih suka membeli pengalaman daripada belanja.” — (hlm. 161).

Nah, kalau kalian kira-kira tim yang mana, nih? Kalau aku sih maunya dua-duanya, ya.😝

Ini juga yang jadi alasan aku baca novel ini sampai gak ngerti cara berhentinya kecuali karena mataku udah sepet banget. Pas sadar, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi. Mata udah 5 watt dan harus segera tidur, padahal nanggung banget ke waktu subuh, ya, dan bacaannya kemarin udah 85%. Dikit lagi dan akhirnya aku lanjutkan di esok harinya.

Biasanya aku jarang banget baca novel. Pertama, ceritanya terlalu panjang. Kedua, aku gampang bosan. Ketiga, tergantung ceritanya sih (kalo seru dan momennya pas, aku bakal maraton sampai selesai).

Baiklah, mari kita lanjut lagi reviu singkat yang sebetulnya gak singkat dari novel ini, ehehehe.

Out of the box

Sejujurnya, aku agak kurang pas dengan akhir (ending) dari novel ini. Betul-betul out of the box. Agak gantung dan cukup membagongkan, ya, Gais. Hm, tapi karena aku belum menonton versi filmnya secara utuh, jadi aku gak tau perbandingan ceritanya kayak gimana.

Aku masih sebel sama karakternya Francis yang plin-plan karena seolah-olah mempermainkan hatinya Inez. Memang betul sih, soal perasaan (terlebih saat jatuh cinta sama orang) itu di luar kendali kita, tapi mbok ya kalau belum sepenuhnya move on dari Retno, Don’t use someone (Inez) to forgetting someone (Retno) lah. Kasihan, Inez. Di akhir cerita juga belum dijelaskan gimana kelanjutannya. Apakah si Francis jadi menjelaskan ke keluarganya Inez kalau mereka batal untuk menikah(?) Entahlah.

Poinnya bukan itu sih yang mau aku highlight. Aku jadi inget ucapannya Sisi, violis wanita Indonesia yang berbakat pernah mempertanyakan terkait hal ini ke Francis (hlm. 126),

“Apakah lo sudah benar-benar move on dari masa lalu lo?”

"You’re not in love, Cis. You just like the idea of falling in love with Inez."

"Membuat lo mengira bahwa elo sudah move on dari masa lalu lo."

Francis pun gak respon apa-apa setelah Sisi tanya gitu, tapi dia merasa apa yang dikatakannya benar semua. Yep, he just like the idea of falling in love with her (read: Inez).

Rumit memang kalau bahas soal cinta. Satu sisi, ya mau gimana, memang (konteksnya) beda dan gak bisa diganggu gugat. Kalau soal prinsip dan keyakinan, itu sudah jadi harga mati karena berkaitan dengan keimanan kita kepada-Nya.

We always question life, but can life question us? …” — (hlm. 116)

Kalimat ini juga terngiang-ngiang di kepalaku. Terlebih beberapa waktu ke belakang ini, aku baru belajar tentang sebuah ‘penerimaan’ bahwa yang aku harapkan, aku usahakan, aku doakan, belum berpihak ke aku. Kadang aku mempertanyakan hal-hal yang mungkin jawabannya sudah sangat amat jelas (sebetulnya), tapi aku masih kekeh untuk terus minta kejelasan akan hal itu, sampai di titik “Okay. I got it. Now, I’m relieved. I’m done. I’m done.”

Betul bahwa, Sometimes what you wish is not what you get” — (hlm. 164) and that’s life, isn’t it?

Refleksi

Kadang, kita berusaha keras agar diterima baik oleh orang lain. Semua usaha (effort) kita kerahkan agar seseorang (sekadar) bisa sadar dan melihat ke arah kita. Nah, hal ini aja (niatnya) kurang tepat, kasarnya ‘niatnya aja udah salah’. Gak seharusnya seperti itu. Gak perlu jadi orang lain supaya diterima orang lain, kan? Kita pun sadari bahwa gak semua hal di dunia ini berjalan sesuai apa yang kita mau dan kita butuhkan untuk saat ini. Entah belum, tertunda, atau digantikan dengan opsi lainnya oleh Yang Maha Kuasa.

Tugas kita adalah berjuang sampai limit kemampuan kita, semaksimal kita. Pada dasarnya, nasib dan takdir kita itu kita sendiri yang menentukan. Namun, bukan berarti gak ada keterlibatan-Nya. Tentu ada. Kita diberikan free will sekaligus akal untuk berpikir (sepaket dengan konsekuensi yang akan kita terima nantinya), ya, untuk apalagi kalau bukan untuk menapaki jalan-jalan kehidupan dan mengarungi kehidupan yang fana akan fatamorgana ini karena pada ujungnya — hanya kepada-Nya tempat kita kembali.

Sampai kita menemukan makna kata ‘cukup

Kadang, kita silau melihat kelebihan orang lain padahal tiap-tiap dari kita juga berpendar dengan caranya masing-masing. Sibuk memikirkan “Andai saja…”, “Kalau saja …”, dan kalimat pengandaian lainnya yang membuat diri kita ini semakin (merasa) kecil, menyedihkan, bahkan menganggap diri kita ini tidak layak di berbagai hal. Di sisi lain, tanpa kita sadari, mungkin di luar sana ada orang yang justru menginginkan hidup seperti kita. Who knows?🤷🏻‍♀️

Oleh sebab itu, perlunya kita belajar makna cukup. Namun, perlu digaris bawahi kata ‘cukup’ ini bukan lantas menjadikan kita asal-asalan, se-adanya, bahkan gak mengusahakan untuk hidup yang lebih baik (versinya masing-masing). No, you’re thinking of it the wrong way kalau seperti itu.

Aku teringat juga sama ucapannya Bang Zahid di dalam salah satu video YouTubenya, tapi aku lupa karena udah lama banget (19 Desember 2021), gini katanya,

“Ambil ilmunya, tapi jangan pengen kayak nge-copy hidupnya karena situasi dan kondisi masing-masing kita berbeda-beda. Kalo self-improve, aku self-improve karena diriku bukan karena pengin jadi lebih daripada orang lain.”

Aku nangkepnya, kita berjuang dengan ujian kita masing-masing. Berkompetisi dengan diri kita sendiri di hari kemarin, bukan dengan orang lain. Kalau pun ada orang lain yang lebih dari kita, jadikan itu sebagai motivasi dan inspirasi juga ilmunya bisa kita pelajari, bukan malah menumbuhkan keinginan meng-imitasi (plek-ketiplek seperti orang tsb) apalagi menumbuhkan rasa iri hati/dengki.

Omong-omong, ini pembahasannya jadi agak melebar, ya. Haha. Harusnya aku bagi jadi dua bagian sih. Gapapa deh. Semoga ada hal bermanfaat yang bisa diambil dari reviu ini.

Untuk tahu akhir kisahnya, jum kalian baca bukunya atau tonton filmnya, ya. Terima kasih untuk teman-teman yang sudah baca reviu ini sampai akhir. Sampai jumpa di tulisan-tulisanku selanjutnya.👋🏻😃

Daftar Pustaka

Mulya, A., Setya, A., Hidajat, I., dan Yunita, N. (2018). TRAVELERS’ TALE — Belok Kanan, Barcelona!. Gagas Media: Jakarta Selatan

Saturday, August 5, 2023

Berbagi Peran

Biar aku jadi akar,
kamu jadi batangnya.

Biar aku jadi tangkai,
kamu jadi daunnya. 

Biar aku jadi biji
dan kamu jadi buahnya.

Friday, August 4, 2023

Tanggal Kembar yang Kutungggu

 Agustus, tolong jangan cepat berlalu, ya.

Hari yang (selalu) kutunggu akan segera tiba. Tanggal kembar yang sudah lama kunanti karena itu artinya aku bisa menggulir berbagai daftar keinginan yang membuatku tidak bisa tidur setiap malam, beberapa waktu ke belakang (ini). Walaupun akhirnya tetap tidur, meski beberapa waktu kemudian harus terbangun lagi karena fajar segera menanti.

Berjibaku dengan pertanyaan yang sama, tapi tidak pernah berani untuk kutanyakan.

“Ini, ini, ini, atau itu saja, ya?”

https://pixabay.com/photos/antlers-buck-deer-leaves-animal-1866537/

Hm, tapi satu yang pasti. Aku yakin hendak beli rusa 2.0 itu. Indah dan unik sekali. Bentuknya, warnanya, kupikir akan pas jika kamu pakai sehari-hari. Aku ingat percakapan saat itu, kurasa ini tepat sekali. Semoga, ya. Kalau pun tidak, ya, tak apa. Aku akan cari opsi lainnya lagi. Beberapa lainnya sudah kukemas, tapi masih bingung bagaimana cara yang tepat untuk mengirimkannya suatu hari nanti.

“Apa aku butuh bantuan burung merpati (lagi)?”

Kalau saja ada kata yang bisa menggambarkan tentang bagaimana pertarungan pikiran dan perasaanku, mungkin aku akan berterima kasih berkali-kali. Sayangnya, tidak — bahkan aku pun sulit untuk menjabarkan apa-apa yang hanyut dalam pikiranku sendiri.

Melangitkan senarai doa yang tidak pernah absen setiap harinya, kecuali saat bulan datang untuk bertamu, dahiku hanya terpaku pada bantal sambil menangis tersedu-sedu, ahahaha. Garis di sudut mataku selalu bisa menggambarkan betapa bahagianya aku saat punya waktu untuk sekadar basa-basi meskipun skill ini masih sangat aku pelajari hingga kini. Maafkan aku, ya. Manusia sepertiku, kalau tidak diajak bicara duluan, sepertinya mengheningkan cipta akan jadi sajian dalam sebuah momen pertemuan.

Meski jarak dan intensitas yang sangat amat terbatas, entah mengapa aku selalu merasa dekat, sedekat urat nadi yang selama aku masih bisa bernapas, itu artinya aku masih bisa punya waktu itu memikirkan bagaimana harimu, kesehatanmu, tugas kuliahmu, bahkan semua hal tentangmu, rasanya selalu istimewa.





Wednesday, August 2, 2023

Bagimu Sekadar, tapi Bagiku Besar

Sekadar-kadarnya, Sebesar-besarnya

Caraku Merayakan Sebuah Kegagalan

Secuplik video amburadul yang sempat kurekam, tapi sebagian besar hilang dan tak sempat aku abadikan di penyimpanan awan yang juga akhirnya membuatku belajar arti mengikhlaskan. Semua dataku hilang, termasuk catatan tentang kehadiranmu di bunga tidurku yang hampir selalu tidak pernah lupa kuabadikan, meski kadang isinya tak aku ingat, tapi aku tahu bahwa kamu berkunjung ke sana. mhm… seperti pungguk merindukan bulan.

Beberapa hari lalu, tiba-tiba seluruh catatanku tersinkronisasi secara otomatis. Semuanya kembali lagi tanpa ada satu kata pun yang hilang. Tentangmu kembali (lagi) utuh di saat aku sedang dalam keadaan separuh. Saat aku berhasil keluar dari luka yang kubuat sendiri, di sisi lain aku (sempat) menemukan “tempat” yang awalnya kukira akhir dari perjalanan panjang selama ini, tapi ternyata aku salah, lagi.

Kalau ada yang bilang patah hati terhebat adalah saat putus cinta dengan sang pujaan hati, aku mungkin tidak sepenuhnya setuju. Nyatanya, cerita yang tidak pernah dimulai, tetapi harus berakhir begitu saja jauh lebih menyakitkan. Terlebih, saat tokohnya belum menuntaskan cerita pada bab sebelumnya. Aku hanya menjadi bayang-bayangnya di sisa masa trauma dan pemulihannya, didatangi kala sepi atau seolah dijadikan opsi kedua. Entahlah.

Untuk kedua kalinya, Na. Aku jatuh sendirian, sedalam ini. Di 2023, aku seperti mengulang cerita di tahun 2019. Tidak pernah terbesit sedikit pun untuk menyalahkan siapa pun, baik itu kamu ataupun dia. Ini sepenuhnya menjadi tanggung jawabku. Aku yang bertanggung jawab atas pilihanku, tapi beberapa memang di luar kendaliku dan aku harus berdamai dengan semua itu . Aku yang memiliki kuasa untuk mengendalikan perasaanku— meski tertatih dan bergelimang air mata tiap kali merebahkan segala harap dan pinta yang berkutat di kepala.

Tak jarang, aku sering merasa bersalah saat bunga ini hampir layu, beberapa tak kenal lelah datang membawakan air dan mencoba merawat dan menyiraminya setiap hari dengan penuh sukacita. Namun, bunga itu tetap tidak kunjung tumbuh. Mungkin belum, ya. Proses katanya. Nyatanya, aku hanya diselimuti rasa bersalah. Aku merasa jadi orang paling jahat seolah berpura-pura menyambut dengan hangat meski sudah mencoba sedingin salju di Finlandia. Aku benci akan hal itu karena aku tahu betul rasanya dan aku tidak mau orang-orang itu juga ikut merasakannya.

Aku masih terpaku pada tempat di mana aku jatuh, aku belum sepenuhnya sembuh karena luka itu belum sempat dibersihkan, tapi sudah terpaksa dibalut oleh perban. Masih membekas dan belum berhasil hilang meski berbagai pengobatan sudah coba kulakukan.

Aku sering bertanya, mengapa orang semudah itu mengatakan sesuatu yang bahkan tidak ia ingat setelahnya(?) Lalu aku tersadar,

“Oh, ya. Kita ini manusia, makhluk pelupa. Entah karena memang tidak ingat atau karena tidak cukup penting baginya. Atau kalimat itu hanya sebagai penenang sementara saja.”

Hari ini, kudengar kabar bahagia. Papan tulis putih itu, iya. Pukul 09.00 nanti kamu akan tegar berdiri, menuntaskan masa studimu di almamater biru. Aku, di sini, cum ikut berdiri. Seraya mengucapkan semangat dan selamat meskipun hanya di dalam hati. Hai, kamu selangkah lebih maju. Terus berjalan hingga kamu sampai pada tujuanmu, ya.

Percayalah, aku akan selalu mendukungmu. Hari ini, esok, dan seterusnya. Aku pun hendak berterima kasih padanya, semoga ia datang dan tak lupa mendokumentasikan momen terbaikmu. Akhirnya kamu menemukan sosok rumah yang ramah yang sejak dulu kau nantikan, meski sempat berpindah sementara. Aku tidak sabar menantikan cerita indah lainnya. Nantikan ceritaku juga, ya!


Dariku yang turut berbahagia,

Matahari🌻

3 Agustus 2023

Friday, July 28, 2023

POV

Saat itu, penulis dan penerbit sudah (hampir) tanda tangan kontrak untuk penerbitan. Namun, ternyata masih ada banyak catatan yang membuat buku tersebut harus direvisi berkali-kali.

Sedih sih awalnya, langsung dapat penolakan. Tidak apa-apa, bagian dari sebuah perjuangan. Penulis mencoba sekali lagi untuk merevisi bukunya dan seringkali memastikan kembali ke pihak penerbit tentang kelayakan buku ini, meskipun tidak secara eksplisit. Mungkin butuh kurasi lebih detail lagi.

Iya, bagaimana tidak ditolak, ya. Bukunya saja belum utuh sempurna, sudah mau diterbitkan. Judulnya saja masih diambang kebingungan. Penulis masih menimbang-nimbang, kira-kira judul apa yang paling tepat untuk buku ini.

Memang, bagi sebagian penulis, judul buku itu jadi bagian terakhir saat seluruh isinya selesai ditulis. Termasuk bagian paling krusial, ya.

Disebut novel, tapi ceritanya tidak cukup panjang. Disebut cerpen, juga bukan cerita pendek. Namun, disebut fabel bukan juga. Tokoh di dalamnya juga abu-abu, kadang hewan, manusia, juga makhluk tak kasat mata. Disebut cerita jenis fiksi, tapi juga nonfiksi. Entah siapa yang menjadi tokoh sentral dalam buku itu.

Jadi, yang problematik itu isi bukunya atau penulisnya? 


— bersambung



Thursday, June 22, 2023

Berkilau di Balik Kabut

Kadang Redup, Kadang Terang, tapi Tak Padam.


Hari ini aku menyaksikan dari layar, orang-orang mengenakan kebaya dan berdandan sangat cantik sekali

Di sudut lain, aku lihat sosok-sosok gagah mengenakan kemeja dibalut jas hitam lengkap dengan dasi, rapi sekali

Hari-hari sebelumnya, semua senada mengunggah kode pakaian berwana hitam dengan desain baru yang katanya lebih mirip Dragon Ball

Dengan topi hitam bergaris yang dikhawatirkan akan terbang saat sesi dokumentasi


Mereka duduk berjejer menghadap ke depan dinding besar bertuliskan gelombang dua

Duduk manis di Gymnasium sembari menuju pelantang berbunyi memanggilkan satu per satu namanya dengan berseri-seri

Mendengar sambutan dari Pak Menko Polhukam di atas podium yang sangat menyentuh hati

Jangan lupa sediakan tisu sebanyak-banyaknya, ya, Kawan-Kawan

Selamat, ya.

Selamat karena sampai di titik ini


Seindah himne yang kita dengar saat awal masa orientasi

Untuk menghafalnya saja sulit... sekali

Namun, perlahan kita dapati banyak esensi

Meski tak menginjakkan kaki di hari yang sama

Semoga aku meninggalkan jejak baik di benak kalian walau hanya sebesar biji kemiri


Syahdu wangi Bumi Siliwangi

Utara Bandung Raya

Senyum bahagianya terasa sampai ke sini

Meski di lubuk hati yang terdalam

Ada tangisan yang disembunyikan

Ingin juga, ada di sana saat ini..

Beberapa lelah dihantui pertanyaan retoris yang berulang kali diutarakan


Sabar, kakimu hanya belum sampai

Kencangkan tali sepatumu lalu berjalan secara perlahan

Pelan-pelan, yakin akan sampai

Selangkah lagi akan sampai

Ayo, bertahan

Ayo, ingat lagi tujuan awal

Ingat lagi betapa hebatnya tantangan dan rintangan yang berhasil ditaklukan

Mari selesaikan apa yang sudah dimulai


Selamat dan semangat menapaki tangga-tangga kehidupan berikutnya

Menoreh asa dengan satu tuju

Memberi kontribusi terbaik tuk kemajuan pendidikan Indonesia

Semoga damba kami nyata


Kamis, 22 Juni 2023

Tertanda,

Sirli

Tuesday, June 20, 2023

A Taste of Bliss: Gratitude in Every Bite

A Heartfelt Appreciation — Thank You for the Culinary Delight


Fa , words can’t express the depth of gratitude that fills my heart as I reflect on all the incredible things you’ve done for me– it has left an indelible mark on my soul, and it’s moments like these that make me realize how lucky I’m to know you in my life.


From the moment you cooked that first meal for me (a few days ago), I knew there was something extraordinary about you. The taste of your culinary creations danced upon my taste buds, but it was the thought and effort behind each dish that truly stole my heart. The flavors mingled together in perfect harmony. The way you carefully selected the ingredients, the precision with which you seasoned and cooked, and the passion that infused every bite — it all spoke volumes about the care you have for me — all by yourself, but it’s not just the meals you’ve prepared that have made me feel so cherished. It’s the countless little things — your actions demonstrate a level of care that is rare to find.

⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️/⭐️

Every time you’ve made me feel special, my heart swells with happiness. The way you look into my eyes and the way you listen intently to my thoughts even though I’m too quiet instead of talkative (forgive me please, I’ll try my best heuheu) — it all reassures me that I’m respected.

Sayur & Nasgornya enak bgt, 1000/10🌟

I’m truly grateful for your existence in my life. You’ve given me a newfound sense of joy and appreciation for the little moments we share. Please know that my gratitude goes beyond these words. I hope that through my actions, I can show you how much you mean a lot to me and how blessed I feel to know you in my life. I wish to treasure every moment we’ve together, and I eagerly anticipate the beautiful memories we will create, asap.

I want to take a moment to express my heartfelt late-post appreciation and overwhelming joy for everything you’ve done for me. Again and again, thank you from the bottom of my heart, for all that you’re and all that you do.

Buku: Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini

Sincerely,

“(Katamu) Manusia setengah kiyowo” :p

Thursday, May 25, 2023

Kepergian


Jumat, 26 Mei 2023

Kepergian mana yang tidak menyisakan duka?

Sebaik bahkan semeriah apa pun cara kita

merayakan perpisahan, bukankah rasanya akan

tetap menyedihkan?

Iya, kalau suatu saat bisa bertemu kembali

Kalau tidak, bagaimana?

Bagaimana kalau yang duluan menjemput adalah

maut?

Siapa punya kuasa menolaknya?


Jika kematian adalah sebaik-baiknya pengingat

Maka aku memilih untuk tidak diingatkan

Aku ingin tidak lupa, maksudku..

agar tidak perlu diingatkan

tapi aku ini manusia

yang terkadang lupa

jadi harus diingatkan

bahwa kita bukanlah milik kita, tapi milik Sang

Pencipta

Omong-omong Sepiring Nostalgia

Omong-omong Sepiring Nostalgia Kule sebenere rada ora rela, ya, lamun kudu ngebagi sios hal niki. Hm, tapi seuwise mikir cukup suwe, kayane ...