POV

Saat itu, penulis dan penerbit sudah (hampir) tanda tangan kontrak untuk penerbitan. Namun, ternyata masih ada banyak catatan yang membuat buku tersebut harus direvisi berkali-kali.

Sedih sih awalnya, langsung dapat penolakan. Tidak apa-apa, bagian dari sebuah perjuangan. Penulis mencoba sekali lagi untuk merevisi bukunya dan seringkali memastikan kembali ke pihak penerbit tentang kelayakan buku ini, meskipun tidak secara eksplisit. Mungkin butuh kurasi lebih detail lagi.

Iya, bagaimana tidak ditolak, ya. Bukunya saja belum utuh sempurna, sudah mau diterbitkan. Judulnya saja masih diambang kebingungan. Penulis masih menimbang-nimbang, kira-kira judul apa yang paling tepat untuk buku ini.

Memang, bagi sebagian penulis, judul buku itu jadi bagian terakhir saat seluruh isinya selesai ditulis. Termasuk bagian paling krusial, ya.

Disebut novel, tapi ceritanya tidak cukup panjang. Disebut cerpen, juga bukan cerita pendek. Namun, disebut fabel bukan juga. Tokoh di dalamnya juga abu-abu, kadang hewan, manusia, juga makhluk tak kasat mata. Disebut cerita jenis fiksi, tapi juga nonfiksi. Entah siapa yang menjadi tokoh sentral dalam buku itu.

Jadi, yang problematik itu isi bukunya atau penulisnya? 


— bersambung



Comments

Popular Posts