Sampah Kita, Tanggung Jawab Bersama
"Sampah Kita, Tanggung Jawab Bersama"
(Sebuah Penelitian Terkait Permasalahan Sampah di Kampung Cimoyan)
Oleh: Sirli Fitriani
“Pokoknya, setiap ada tanah yang kosong itu pasti ada sampah. Kalau tidak percaya, coba dilihat ke belakang," tutur salah seorang Kepala Desa yang kerap disapa dengan sebutan Pak Mukhlisin.
Ya, kurang lebih seperti itulah gambaran keadaan yang penulis temui ketika melakukan sebuah survei beberapa minggu yang lalu tepatnya pada hari Kamis, 1 April 2021. Untuk bisa sampai di Desa tersebut, penulis harus menunggu dan menempuh perjalanan selama kurang lebih enam hingga dua belas menit menggunakan jasa aplikasi ojek online dikarenakan sulitnya akses transportasi seperti tidak adanya angkutan umum maupun angkutan kota (angkot) yang menuju ke arah sana.
Sebut saja, Kampung Cimoyan. Sebuah kampung yang terletak di Kelurahan Sepang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Provinsi Banten. Kampung ini merupakan kampung dengan jumlah penduduk terpadat di Kecamatan Taktakan yang mana dalam satu kampung itu terdiri dari empat rukun tetangga (RT) yakni RT 01, RT, 02, RT 03, dan RT 04 dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 600 KK atau kira-kira ada sekitar 1500 penduduk yang tinggal di desa tersebut.
Secara letak geografis, desa ini sekilas terlihat seperti sebuah perbukitan sehingga ketika penulis melakukan penelurusan di beberapa sudut desa membutuhkan tenaga yang cukup ekstra karena sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Namun, hal tersebut bukanlah suatu halangan melainkan penulis jadikan sebagai tantangan untuk bisa meng-explore lebih dalam tentang desa ini. Nuansa pedesaan yang masih kental terasa, serta keramahan para warga yang menyapa ketika penulis berkunjung ke sana. Bahkan, sesampainya di rumah Bapak Kepala Desa, penulis disambut dengan sangat baik. Beliau juga sangat terbuka dan memberikan ruang seluas-luasnya untuk menggali berbagai informasi seputar desa ini.
Selama ±60 menit kita berbincang-bincang mengenai banyak hal tentang desa ini, mulai dari sejarah, pengalaman, hingga berbagai persoalan baik di bidang pendidikan, sosial, kesehatan, kemasyarakatan, dan masih banyak lagi. Namun, ada satu hal yang menjadi sorotan bagi penulis. Persoalan tentang apakah itu?
Persoalan tentang sampah. Ya. Bagai lingkaran yang tak berujung, persoalan sampah di Kampung Cimoyan memang hingga kini masih menjadi polemik yang belum menemukan titik terang. Jika kita menyelisik lebih jauh, masalah tentang sampah ini mungkin tidak hanya terjadi di Kampung Cimoyan saja. Namun, karena kali ini penulis berkesempatan untuk bisa berkunjung ke Kampung Cimoyan dan ternyata permasalahan terkait sampah menempati posisi pertama sehingga hal ini melatar belakangi penulis untuk mencoba menggali lebih dalam terkait hal atau faktor apa saja sebenarnya yang menyebabkan permasalahan sampah di kampung ini belum tertangani dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bersama Pak Muhklisin selaku Kepala Desa, sedikitnya ada dua hal utama yang menjadi penyebab persoalan sampah di Kampung Cimoyan, yaitu:
1. Tidak Tersedianya Tempat Pembuangan Sampah
Padatnya jumlah penduduk di desa ini tentunya memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap produksi sampah di Kampung Cimoyan. Namun, sangat disayangkan ternyata hal ini tidak diiringi dengan penyediaan fasilitas yang memadai sehingga menyebabkan permasalahan ini semakin kompleks. Kemudian, hal ini diperparah karena tidak adanya lahan atau tempat untuk membuang sampah (bak sampah) secara khusus yang menjadikan para warga kebingungan untuk membuang sampah yang mereka hasilkan. Akan dibuang kemana sampah–sampah tersebut?
Designed by: Penulis
Penulis mencoba mengajak para pembaca untuk flashback sejenak terkait apa yang telah penulis sampaikan di awal. Ya, seperti yang telah disampaikan oleh Pak Mukhlisin. "Setiap ada tanah yang kosong, itu pasti ada sampah." Membuang sampah di lahan kosong baik milik sendiri atau bakan milik tetangga pun akhirnya menjadi salah suatu alternatif yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Cimoyan. Jalan terakhir yang bisa mereka lakukan ialah membakar sampah tersebut yang sebetulnya berdampak buruk bagi kesehatan dan juga lingkungan karena asap yang ditimbulkan dari hasil pembakaran bisa menimbulkan polusi udara serta gangguan kesehatan seperti batuk, sesak napas, atau gangguan pada infeksi saluran pernapasan lainnnya.
Sumber: Dokumentasi Penulis
Lantas, penulis mencoba menanyakan kembali terkait bagaimana respon pemilik lahan tersebut ketika mengetahui bahwa lahan yang ia miliki dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah masyarakat? Lalu beliau menjawab, “Yang punya tanah mah enggak suka dia, sudah laporan sama kita. Ya kalo mau jangan dibuangin sampah, digarap. Kalo sudah digarap inshaAllah yang mau buang sampah juga berpikir ya, gitu. Ya kalo numpuk, bayarlah.”
Tentunya hal tersebut tidak dapat dibenarkan mengingat produksi sampah setiap harinya tentu akan terus mengalami pertambahan. Logikanya, seperti kata pepatah Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, tapi bukit di sini merupakan konotasi yang bermakna positif melainkan sebaliknya yang mana berarti akan terjadi penumpukan sampah layaknya seperti bukit.
⁽¹⁾Berdasarkan Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Satatistik (BPS), 66,8% rumah tangga menangani sampah dengan cara dibakar dan hanya ada 1,2% yang mendaur ulang sampahnya.
Sebuah fakta yang cukup mengejutkan, ya. Padahal, jika dilihat dari segi daerah (dalam konteks ini: Kampung Cimoyan) masih dalam ruang lingkup perkotaan yakni Kota Serang. Hal tersebut mungkin dapat diminimalisir ketika tersedianya fasilitas atau tempat pembuangan sampah.
2. Masih Rendahnya Kesadaran Masyakat Terkait Permasalahan Sampah
⁽²⁾Menurut Mac Iver, masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, berbagai golongan dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan individu (manusia). Pendapat ini sejalan dengan yang djelaskan oleh M.J Herskovist dalam buku Man and Hils Works bahwa ⁽³⁾masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan yang mengikuti suatu cara hidup tertentu.
Berdasarkan dua definisi tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat sebagai suatu sistem dan sebagai kelompok yang mengikuti suatu cara hidup tertentu yang dalam hal ini ialah masyarakat Kampung Cimoyan.
Tidak adanya lahan pembuangan sampah mungkin masih bisa diminimalisir lagi jika tingkat kesadaran masyarakat terkait kebersihan terbilang tinggi. Namun, dalam realita yang penulis temui ketika penulis berdiskusi langsung dengan Pak Kepala Desa, ternyata tingkat kesadaran masyarakat terkait kebersihan utamanya tentang persoalan sampah di Kampung Cimoyan masih terbilang rendah.
Hal ini seperti yang diutarakan langsung oleh beliau sebagai Kepala Desa yang juga sudah cukup lama dan tahu banyak tentang seluk-beluk serta kegiatan bahkan kebiasaan masyarakat di kampungnya ketika melakukan diskusi bersama penulis.
Penulis sempat menanyakan kepada beliau, Apakah sebelumnya pernah ada yang terkena penyakit yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan? Beliau menjawab, Permasalahan itu saya juga saya enggak tahu ya. Apakah (sambil berpikir dan bergumam). Memang sampah itu mengandung penyakit, tapi kalau saya berbicara seperti itu, masyarakat itu ada yang percaya ada yang enggak. Apa sebabnya? Ya dia itu membaliknya penyakit mah dari Allah katanya seperti itu. Lalu ketika saya menyampaikan itu kepada masyarakat saya" mereka menjawab, “Kalau berbicara sampah itu mengandung penyakit dia ngomongnya begitu, lalu bagaimana Pak RW? Buang sampahnya dimana?" tutur masyarakatnya.
Kalau dari sudut pandang penulis melihat realitas tersebut, tentu sangat membuat dilema. Di satu sisi perilaku masyarakat yang seperti itu tidak bisa dibenarkan. Tapi, di sisi lain masyarakat juga kebingungan untuk membuang sampahnya kemana.
Tidak berhenti sampai disitu, penulis mencoba mengulik lebih dalam, ternyata setelah diketahui ada sebagain kecil masyarakat di Kampung Cimoyan ini yang sangat peduli terhadap sampah. Ya. Sudah dua tahun berjalan, suatu program kelompok kecil mandiri (rumahan) bernama “Bank Sampah” yang setiap sabtu mengumpulkan sampah-sampah masyarakat Kampung Cimoyan. Apakah mau ditabung, dijual, kalau disini orang sininya, yang mengelola, dikumpulinnya satu minggu sekali, termasuk warga saya ini ada perbedaan sedikit, plastik-plastik dikumpulin, ada yang nengok, pokoknya yang susah itu sampah. Susah itu. Meskipun udah ada bank sampah, tetep masih susah diatur, tapi setidaknya lumayan bisa sedikit mengurangi. Rombongan bank sampah itu punya pendirian, dibuat tas-tas kecil, dijual seperti bikin apa-apa, tapi bagus, padahal dari sampah itu, bikin rumah lampu, bikin tas cewek, kreatif mereka," tutur Pak Mukhlisin.
Suatu kebahagiaan ketika penulis mendengar hal tersebut. Apabila kesadaran terkait pentingnya menjaga kebersihan lingkungan di antaranya dengan mengurangi untuk membuat sampah lalu membuang sampah pada tempatnya hingga tahap dapat mengelola sampah tersebut menjadi sesuatu yang justru memberikan manfaat bagi kita dan juga lingkungan.
Penulis yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa mencoba merefleksikan realitas tersebut untuk bisa sedikitnya berperan dan berkontribusi dalam menyikapi permasalahan terkait pengelolaan sampah karena bagaimanapun penulis merupakan bagian dari masyarakat.
Edukasi tentang sampah nampaknya perlu ditingkatkan dan edukasi tersebut harus reach out everyone, tidak pandang usia, baik anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lanjut usia sekalipun.
Dalam hal ini pemerintah juga harapannya dapat membuat regulasi yang terstruktur, terintegrasi, serta pelaksanaan yang fleksibel dan kondisional. Kemudian dari sisi masyarakat harus bisa lebih peka terhadap permasalahan yang ada Its all about mindset jadi yuk sama-sama bisa lebih bijak dalam mengelola sampah serta seluruh dimensi kehidupan di bidang-bidang yang lainnya.
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog Waste4Change Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021 - Sirli Fitriani.”
Penulis sangat bersyukur sekali dan penulis mengucapkan terima kasih kepada Waste4Change yang telah memberikan ruang dan kesempatan yang sangat luar biasa dengan diadakannya Lomba Menulis Blog Dalam Rangka Memperingati Hari Peduli Sampah Nasional ini sehingga penulis terdorong dan memiliki semangat untuk bisa lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar utamanya terkait permasalahan sampah di Indonesia.
Penulis secara pribadi sangat mengapresiasi Waste4Change sebagai perusahaan pengelola sampah yang telah dimulai sejak tahun 2014 hingga pada tahun 2020 Waste4Change telah resmi mengakuisisi Sampah Muda, startup penggerak persampahan yang berbasis si Semarang. Waste4Change sangat amat peduli dan fokus terhadap persoalan yang berkaitan dengan bagaimana kita bijak kelola sampah dengan memberikan edukasi melalui kampanye yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bijak kelola sampah.
Waste4Change, 2019
Waste4Change juga telah banyak meraih penghargaan di antaranya ialah The Most Responsible Company dari World Valued Business (MVB) Indonesia pada tahun 2019, mendapatkan Pendanaan King Sejong dan Jan Seongsil Prize dari KOICA untuk pengembangan pengelolaan sampah berbasis platform smart city pada tahun 2019, dan Waste4Change juga telah banyak melakukan peluncuran dan kerja sama terkait penanganan sampah. Sungguh sebuah prestasi yang patut kita apresiasi ya teman-teman!👏
Responsible Waste Management - Waste4Change
Perlu teman-teman ketahui bahwa ⁽⁴⁾Waste4Change memiliki visi menjadi pemimpin dalam menyediakan solusi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab melalui strategi perubahan ekonomi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dengan berlandaskan kolaborasi dan teknologi menuju penerapan Ekonomi Melingkar (Circular Economy) dan Indonesia bebas sampah salah satunya dengan mendukung daur ulang sampah berlabel merek suatu produk tertentu seperti wadah bekas skincare.
Daur Ulang Sampah Berlabel Merek - Waste4Change
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah adanya lima nilai-nilai atau kalau penulis sebut sebagai karakter yang dimiliki dan diterapkan oleh Waste4Change yaitu integritas, solutif, bertanggung jawab, kolaboratif, dan peduli.
Nilai-Nilai Waste4Change
Yuk kita kenali lebih dekat dengan Waste4Change yang memiliki beberapa layanan yang sangat bermanfaat dalam menangani persoalan sampah di antaranya ialah:
- Adanya layanan 3R School Program (Community Development) yang merupakan program yang dirancang untuk menerapkan prinsip 3R (Reduce-Reuse-Recycle) demi terwujudnya sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di sekolah-sekolah, yang dalam hal ini Waste4Change berperan sebagai fasilitator dalam mendampingi penerima manfaat mencapai tujuan program yang telah ditentukan. Terdapat dua tahapan aktivitas yang dilakukan yakni: (a). Meningkatkan kesadaran melalui AKABIS; (b). Pembentukan Satuan Tugas, Perencanaan, Peningkatan Kapasitas, dan Pendampingan.
- Responsible Waste Management Indonesia (Waste Collection Services), merupakan sistem manajemen sampah yang 100% menyeluruh untuk perusahaan, gedung, dan pelaku bisnis dalam rangka mengurangi jumlah timbunan sampah yang berakhir di TPA.
- Solid Waste Management Research yaitu meningkatkan pengelolaan sampah dengan menganalisis secara terperinci dan sistem manajemen sampah yang paling tepat.
- In-Store Recycling (Extendeed Producer Responsibility Indonesia) dengan meningkatkan pengelolaan materi dan sampah berlabel merek di seluruh lini bisnis. Nah, Waste4Change memiliki solusinya baik untuk yang memiliki toko secara fisik maupun yang daring. Jadi, jangan khawatir ya!
Untuk informasi lebih detailnya, teman-teman dapat langsung mengakses website resmi Waste4Change atau dapat juga mengunjungi akun sosial media instagramnya @waste4change, ya!
Dengan adanya tulisan ini pula, penulis hendak mengingatkan kepada diri penulis pribadi serta mengajak kepada para pembaca untuk bisa lebih bijak dan bertanggung jawab terhadap sampah yang kita hasilkan.
Jika kita belum mampu untuk 'tidak membuat sampah' maka setidaknya kita bisa meminimalisir penggunaan sampah tersebut. Jika masih belum bisa, maka kelolalah sampah (Personal Waste Management) tersebut secara bijak dan tepat agar kelak tidak menjadi bumerang bagi lingkungan kita.
Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Bersama bersinergi, selamatkan Ibu Pertiwi, dimulai dari diri sendiri.
Sampah Kita, Tanggung Jawab Bersama!✊
#BijakKelolaSampah
Datar Pustaka:
⁽¹⁾Tobing, S. (2021 Februari 18). Katadata.co.id. Retrieved April, 18 2021, from Katadata.co.id: https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/sortatobing/ekonomi-hijau-602e165fc0052/klhk-dorong-masyarakat-untuk-pilah-sampah-rumah-tangga
⁽²⁾Mac Iver, R. M. & Charles H. 1961. Society An Introducing Analysis. London: Macmilan & co ltd.
⁽³⁾Herkovist, MJ, Alfred, AK, 1984. Man and His Work. New York, Terjemahan Aisyah
⁽⁴⁾Waste4Change. Tentang. Retrieved April, 20 2021, from https://waste4change.com/official/
Comments
Post a Comment